Bagi sebagian orang sesuap nasi adalah segalanya. Di sisi lain, demi sebatang rokok, melintasi dua samudra pun terlewati. Namun sejatinya, manakah yang sebenarnya harus diprioritaskan dan diutamakan? Kebanyakan orang bisa menunjuk jawaban dari pertanyaan ini dengan mudahnya. Anehnya, yang terjadi di dunia nyata malah sebaliknya.
Merokok
di Indonesia masih merupakan suatu yang normal terjadi. Dimanapun kita pergi
pasti kita menemukan orang yang sedang merokok, entah itu di sepanjang jalan,
ataupun di tempat umum lainnya. Meskipun semua orang tahu kalau merokok itu
tidak sehat dan membahayakan kesehatan, fakta ini tidak membuat mereka (baca : perokok)
takut dan berhenti merokok. Kebanyakan dari mereka menganggap sepele dampak
merokok dan tetap menghabiskan rokok dari bungkus ke bungkus.
Munculnya
virus covid-19 yang berpotensi menyerang sistem pernapasan manusia hingga
mengancam jiwa manusia membuat gencar semua orang. Virus kecil yang tidak
terlihat kasat mata ini berhasil membuat para manusia di dunia ini menjadi
lebih memberi perhatian kepada perilaku yang berpengaruh pada kesehatan dan
kebersihan diri. Namun, tidak dengan perokok. Berbagai penelitian sudah
dipublikasikan mengenai bahaya merokok di tengah pandemi seperti ini, tetap
saja hal ini tidak berpengaruh banyak kepada kebiasaan yang sudah terlanjur
menjamur di masyarakat Indonesia ini.
Pandemi tidak hanya berpengaruh ke dalam sektor kesehatan saja. Sektor perekonomian juga mendapat dampak yang sangat besar. Penurunan aktivitas perkonomian sangat terlihat jelas di masa pandemi ini. Semua orang kebingungan. Bahkan dalam talkshow KBR disebutkan bahwa Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) memperkirakan pengangguran naik sekitar 4 juta - 5.5 juta orang di tahun 2020, yang tentu saja mengakibatkan banyak keluarga yang kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
BANTUAN SOSIAL ATAU SANGU BELI ROKOK?
berita dari CNN mengenai pembagian dana bantuan sosial. |
Pemerintah membagikan dana bantuan sosial sebesar 600 ribu rupiah kepada warga yang membutuhkan dan terdampak covid-19. Dalam keadaan krisis seperti ini, malah terjadi penyalagunaan dana bantuan sosial yang dibagikan pemerintah. Dana bantuan sosial tersebut dipergunakan untuk keperluan yang tidak mendesak, salah satunya adalah membeli rokok.
Pemerintah
yang mengetahui hal ini menegaskan dan menghimbau masyarakat untuk tidak
menggunakan dana bantuan sosial kecuali untuk keperluan yang mendesak dan urgent. Menteri Koordinator Bidang
Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy mengingatkan
keluarga penerima bantuan sosial untuk tidak menggunakan bantuan
sosial (bansos)
di masa pandemi virus corona agar
tidak membelanjakan dana bantuan untuk hal merugikan, salah satunya seperti membeli
rokok.
Peringatan
untuk tidak menyalahgunakan dana bantuan sosial ini, bukan tanpa alasan. Sebab
menurut penelitian yang dilakukan Pusat Kajian
Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) pada Juli 2020, penerima bantuan
sosial di Kota Malang dan Kabupaten Kediri, Jawa Timur keluarga penerima
bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) masih belum mampu memenuhi kebutuhan
penting akibat tingginya pengeluaran untuk belanja rokok.
Pada penelitian yang dilakukan oleh PKJS -UI tersebut juga menyatakan bahwa keluarga penerima PKH (Program Keluarga Harapan) yang anggota keluarganya merokok cenderung memiliki kondisi sosio ekonomi yang lebih buruk dibandingkan dengan keluarga penerima bantuan sosial yang tidak merokok. Hal ini sangat memprihantinkan, mengingat usaha pemerintah untuk membantu warga Indonesia memenuhi kebutuhan sehari-harinya malah disalahgunakan seperti ini.
UPAYA YANG BISA DILAKUKAN UNTUK MENINGKATKAN KESADARAN MASYARAKAT INDONESIA
Masyarakat
Indonesia harus sadar dan belajar untuk membagi prioritas dalam pemakaian dana
bantuan social dari pemerintah dengan bijak. Untuk mencapai titik tersebut,
terlebih dahulu dibutuhkan kesadaran masyarakat untuk mengurangi bahkan
menghentikan konsumsi rokok demi menjaga kualitas kesehatan Bersama.
YANG PERTAMA, MENGURANGI
ANGKA KONSUMSI ROKOK DI
INDONESIA DENGAN PENINGKATAN CUKAI ROKOK
Namun
memang untuk mengurangi angka konsumsi merokok tidak mudah, hal ini pun
disepakati oleh Peneliti CISDI, Nurul Nadia Luntungan : “ Jadi kalau adiksi
merokok memang sangat kuat. Angka untuk
berhenti merokok memang tidak mudah. Bahwa memang yg namanya merokok itu
bukan hanya kebiasaan buruk, merokok itu adalah adiksi yg real atau nyata. Bahkan jika dibandingkan dengan zat-zat yg
membuat adiksi lainnya seperti narkoba, adiksi nikotin pada rokok merupakan
jumlah adiksi terbesar di dunia, karena jumlah orang yang merokok lebih
banyak dari yang make sabu”, ujarnya pada talkshow Ruang Publik KBR Agustus
lalu.
Seperti pepatah yang terkenal “Nothing is Impossible“,perlahan-lahan tapi pasti di masa depan angka konsumsi merokok akhirnya akan menurun, JIKA kita melakukan sesuatu dari sekarang. “Melakukan sesuatu” ini menjadi persoalan dari tahun ke tahun, berbagai usaha sudah dilaksanakan untuk mengurangi konsumsi rokok di Indonesia seperti halnya sosialisasi penyampaian edukasi mengenai bahaya rokok.
Seperti
yang kita lihat saat ini, usaha tersebut masih belum menunjukkan dampak yang
nyata. Mbak Nurul Nadia punya pendapat sendiri mengenai usaha yang bisa
dilakukan oleh pemerintah. “Jadi sebenarnya kalau dari pemerintah itu usahanya dengan
peningkatan harga rokok. kalau dari pemerintah, untuk bisa menaikkan harga rokok,
maka cukainya harus ditingkatkan juga. Di beberapa contoh negara lain, hasil cukai
rokok bisa digunakan untuk subsidi program-program social. Akhirnya cukai rokok
punya dua dampak. Yang pertama, rokok jadi mahal sehingga perokok mengurangi
konsumsinya. Yang kedua, kedepannya akan ada penerimaan negara dari cukai
tersebut, karena walaupun harganya naik, masih aka nada orang-orang yang
membeli rokok.” Ujarnya di Talkshow Ruang Publik KBR Agustus lalu dengan tema “
Pandemi : Kebutuhan Pokok vs Kebutuhan Rokok” .
PRO KONTRA KENAIKAN CUKAI ROKOK
Berbicara tentang menaikkan cukai rokok memang menuai banyak pro dan kontra. Salah satunya adalah tentang bagaimanakah nantinya nasib dari petani tembakau yang bergantung hidup pada produk tembakau rokok karena jika cukai rokok dinaikkan pasti akan berpengaruh dengan berkurangnya permintaan juga berkurangnya produksi rokok. Untuk memberi sedikit cahaya pada persoalan ini, kebetulan sesuatu terlintas di pikiran saya. “Bagaimana jika tembakau bisa dimanfaatkan untuk produk lain selain rokok?”. Lantas saya mencari tahu dan menemukan titik cahaya.
Tanaman
tembakau dikenal sebagai salah satu komoditi unggulan dalam negeri. Sebagai
komoditi unggulan, tanaman tembakau masih dimanfaatkan bagian daunnya saja
sebagai bahan baku rokok. Namun, ternyata selain bisa dimanfaatkan sebagai
bahan baku rokok, tanaman tembakau dapat menghasilkan berbagai macam produk
turunan seperti bahan baku produk farmasi, produk kosmetik, dan masih banyak
lagi dengan melalui proses ekstraksi. Pengamat
ekonomi pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Prima Gandhi mengatakan bahwa
diversifikasi produk melalui ekstraksi tembakau berpotensi menjadi salah satu
solusi untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Sumber : (ekonomi.bisnis.com)
Dengan memaksimalkan pemanfaatan tanaman tembakau menjadi
berbagai produk inovasi baru, maka petani mendapatkan tambahan bidang produksi
selain bidang produksi rokok. Tentunya pemerintah juga harus mendukung kiat
inovasi ini untuk memfasilitasi pengembangan pemanfaatan tanaman tembakau dalam
bentuk ekstrak maupun yang lainnya. Begitu inovasi baru ini bisa berjalan,
barulah dampak peningkatan cukai rokok tidak akan berpengaruh sebegitu besar
terhadap petani.
YANG KEDUA, MENCIPTAKAN LINGKUNGAN YANG SUPORTIF BAGI PEJUANG LEPAS ROKOK
Banyak
pengakuan dari perokok – perokok yang sebenarnya ingin lepas rokok namun selalu
saja gagal karena lingkungannya yang tidak suportif, dalam artian di sekeliling
si perokok masih banyak perokok aktif yang tidak mendukung kiatnya untuk
berhenti merokok. Hal ini akan mempengaruhi psikologis si perokok dan akhirnya
terpengaruh untuk kembali merokok lagi.
Untuk menyikapi hal ini, sebuah langkah sudah dibuat oleh kampung bebas rokok dan covid-19 di daerah Celilitan, Jakarta. Sebuah kampung yang mengalami tiga kali perubahan dari waktu ke waktu. Mulai dari kampung kumuh, kampung warna, hingga kini yaitu kampung bebas asap rokok dan covid-19. Inovasi dan kreasi yang dilakukan oleh kampung ini sungguh menginspirasi dan bisa dijadikan contoh untuk daerah-daerah lain, mengingat hasilnya yang luar biasa.
Beragam
peraturan dijalankan oleh kampung ini, salah satunya adalah larangan untuk
tidak merokok di lingkungan kampung, bahkan di dalam rumah sendiri. Dengan
membiasakan warganya untuk terbiasa menjadikan perilaku merokok menjadi sesuatu
yang tidak diperbolehkan dan tidak normal, nantinya stigma masyarakat terhadap
rokok perlahan akan berubah. Perlahan, dengan edukasi tentang bahanya rokok dan
dibarengi aksi kampanye untuk tidak merokok, kedepan, pasti angka konsumsi
rokok setidaknya mengurangi bahkan bisa tidak ada lagi.
Hal
ini bisa diterapkan di daerah-daerah lain di Indonesia, karena sudah terbukti.
Menurut Pak Nur, selaku ketua RT 01 RW 03 di kampung bebas asap rokok, baru
satu bulan launching program ini,
sudah mulai ada bapak-bapak yang sadar dan mulai mengurangi konsumsi rokoknya
dikit demi sedikit. Bayangkan jika program ini selalu di pantau dan dijalankan
lebih lama lagi, bisa-bisa kampung ini bisa menjadi kampung yang benar-benar
bebas dari asap rokok.
Menurut
saya, alasan mengapa konsumsi rokok sangat sulit untuk turun bahkan malah terus
naik tiap tahunnya, salah satunya karena mereka (baca:perokok) masih bisa secara
bebas untuk mengkonsumsi rokok dimana saja dan kapan saja. Jika mulai saat ini
sudah diterapkan larangan dan batas-batasan untuk merokok dengan disertai
sanksi yang nyata dan tegas, maka lambat laun permasalahan ini akan segera
teratasi. Tentunya, membutuhkan waktu yang tidak sebentar dan membutuhkan effort yang luar biasa. Namun jika warga
Indonesia mau bekerja sama dengan pemerintah untuk sama-sama menyelesaikan permasalahan
ini, saya yakin, semakin cepat selesai.
KESIMPULAN
Membangun
kesadaran masyarakat agar dengan bijak menggunakan dana bantuan sosial dan
tidak menyalahgunakan salah satunya dengan membeli rokok. Memang merupakan suatu
perjalanan yang sangat panjang. Namun tidak akan sampai ke tujuan jika kita
selaku pelaku disini tidak melakukan aksi untuk mengatasinya. Kesadaran
masyarakat akan tumbuh jika dibiasakan. Terbiasa dengan harga rokok yang tinggi,
terbiasa dengan lingkungan yang say no to
merokok, serta mengedukasi masyarakat tentang bahaya merokok tanpa lelah. Menurut
saya, cara yang dilakukan kampung bebas asap rokok yang disampaikan Bapak Nur
yaitu dengan menunjukkan yang dialami korban-korban dari bahaya rokok akan
efektif. Karena masyarakat ditunjukkan bukti nyata dan benar-benar terjadi dan
menunjukkan bahwa apa-apa yang diwanti-wanti pemerintah mengenai bahaya merokok
itu benar terjadi. Masyarakat perlahan akan sadar, “ Ternyata dilihat dari
usaha pemerintah yang dengan berbagai cara meminimalisir konsumsi rokok, memang
benar bahwa rokok itu tidak baik dan berbahaya bagi kesehatan” . Jika masyarakat
sudah aware dengan bahaya rokok dan benar-benar
menghindari rokok, maka saya yakin kini masyarakat akan bisa memutuskan prioritas
dengan bijak antara kebutuhan pokok dan kebutuhan rokok.
Sekian
dari saya,
Semoga
artikel saya kali ini bisa bermanfaat bagi kita semua,
Terima
kasih, ciaou!
"Saya sudah berbagi pengalaman pribadi untuk
#putusinaja hubungan dengan rokok atau dorongan kepada pemerintah untuk
#putusinaja kebijakan pengendalian tembakau yang ketat. Anda juga bisa berbagi
dengan mengikuti lomba blog serial #putusinaja yang diselenggarakan KBR (Kantor
Berita Radio) dan Indonesian Social Blogpreneur ISB. Syaratnya,
bisa Anda lihat di sini
Daftar Pustaka :
https://www.youtube.com/watch?v=jvBOXJhHMQY
Disclaimer : Infografis yang digunakan pada artikel ini merupakan karya pribadi penulis menggunakan bahan konten (foto) dari pexels.com, cnn, dan tribunnews.
0 Comments