
Jika Indonesia dinobatkan menjadi top 3 di dunia dalam suatu kategori tentunya kita sebagai masyarakat Indonesia sangat berbangga hati atas pencapaian tersebut, tetapi lain cerita jika kategori tersebut merupakan hal yang sama sekali tidak membanggakan, seperti halnya tercatatnya negara Indonesia sebagai top 3 sebagai negara dengan penderita kusta terbanyak di dunia.

Iya benar, bukan ini bukan hoax karena dilansir oleh kompas.com, Indonesia menempati peringkat ketiga negara dengan penderita kusta terbanyak setelah India dan Brasil. Menyedihkan banget ya ☹
Kenapa sangat menyedihkan? Karena penyakit ini dirasa kurang diperhatikan oleh masyarakat Indonesia sendiri, bahkan ketika negara kita sudah masuk ke salah satu peringkat teratas penderita terbanyak di dunia.
Saya yakin seribu yakin, teman-teman semua masih belum kenal dan tahu betul tentang apa itu penyakit kusta dan kenapa hal ini menjadi sangat penting ketika negara Indonesia menjadi salah satu negara dnegan penderita terbanyak di dunia.

KUSTA : BUKAN SEKEDAR PENYAKIT KULIT BIASA
Kusta merupakan penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae. Penyakit kronis Langka ini berfokus pada kulit dan bahkan dapat menyerang ke organ lain seperti saraf tepi,mata , hidung, saraf perifer, kuku dan rambut yang berlangsung dalam waktu yang lama.
Bahkan pada penderita Kronis dari penyakit Kusta ini dapat bertahan selama bertahun-tahun atau bahkan seumur hidup.

Masih banyak orang yang salah kaprah mengenai hal ini. Penyakit kusta jelas merupakan penyakit yang berbeda dengan penyakit kulit seperti panu, kurap, dan sejenisnya.
Namun masih banyak keliru dikarenakan miripnya gejalanya yang ditimbulkan oleh kedua penyakit ini.
Miskonsepsi masyakat tentang perbedaan penyakit ini dapat kita lihat contoh Bapak Rusdi, seorang (OYPMK) Orang yang Pernah Mengalami Kusta dalam pengalamannya dimana ia salah mengira bercak penyakit kurap ditubuhnya sebagai panu yang akhirnya disepelekan dan tidak mendapat penanganan yang tepat yang naasnya mengakibatkan Bapak Rusdi harus mengalami efek penyakit kurap lebih lanjut antara lain perubahan fisik (kulit menghitam, telinga menebal besar, tangan keriting, dan kaki lemah) juga imun tubuh yang melemah.

Salah kaprah antar penyakit ini tidak lain tidak bukan disebabkan oleh kurangnya edukasi atau pengetahuan masyarakat tentang penyakit kurap ini. Padahal ketidaktahuan ini bisa jadi sangat berbahaya lho!
Hal ini akan memperlambat penanganan penyakit kurap, dan yang bikin bulu kuduk merinding adalah jika tidak dilakukan penanganan yang tepat, penyakit kurap akan merusak jaringan saraf lalu menyebabkan kelumpuhan 😱 😱. Ngeri banget kan?
Dan yang paling memprihatinkan dari semua ini adalah pasien penyakit kusta seringkali mendapat perlakuan diskriminasi dari masyarakat, bahkan yang sudah dinyatakan sembuh a.k.a mantan pasien penyakit kusta atau disebut dengan (OYPMK) Orang yang Pernah Mengalami Kusta.
Banyak OYPMK yang mengalami diskriminasi dan pengucilan dari masyarakat yang menyebabkan mereka sulit untuk mendapat kerja dan mengalami kesulitan akses terhadap pelayanan Kesehatan yang layak.

Bapak Rusdin dalam Talkshow Ruang Publik membagikan pengalaman diskriminasinya ketika masih duduk di bangku sekolah. Beliau mengatakan bahwa ketika itu guru-guru di sekolahnya berkumpul dan meminta kepala sekolah untuk mengeluarkan Bapak Rusdin lantaran takut tertular oleh penyakit Bapak Rusdin yang mana hal ini adalah salah satu stigma salah yang menyebabkan ketidaknyamanan sosial terhadap orang yang memiliki penyakit kusta.

Mengapa perlakuan diskriminasi ini bisa terjadi?
Hal ini dikarenakan masih melekatnya stigma yang salah tentang penyakit kurap yang meluas di masyarakat. Berikut ini adalah beberapa stigma yang salah mengenai penyakit kusta.

Stigma yang beredar di masyarakat mencerminkan bahwa masyarakat masih belum benar-benar paham dengan penyakit kusta, juga pengaruh dari mindset masyarakat terhadap penyakit kusta yang sudah mandarah daging.
Bahkan dalam beberapa kasus pemberian stigma juga didapati oleh petugas Kesehatan, baik secara verbal maupun non verbal.Hal inilah yang menyebabkan penderita kusta maupun penderita yang sudah sembuh sekalipun sulit mendapatkan pelayanan Kesehatan yang layak. (sumber: respository unair)
Kejadian seperti inilah yang membuat penderita kusta maupun OYPMK kehilangan kepercayaan diri, terisolasi dari kehidupan sosial, dan sulit untuk mendapatkan pekerjaan.

Apakah penyakit ini bisa disembuhkan?
Jawabannya, tentu saja bisa!
Kusta merupakan penyakit yang dapat disembuhkan lho!
Mulai tahun 2019 pemerintah melalui Kementerian Kesehatan mulai menggerakan upaya penanggulangan kusta dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 11 Tahun 2019 tentang Penanggulangan Kusta dan digencarkannya sosialisasi mengenai strategi penanggulangan kusta di Indonesia.
Dilakukan dengan metode pengobatan MDT atau Multi-drug-theraphy, pengobatan penyakit kusta bisa diakses atau didapatkan oleh masyarakat secara gratis atau tidak dipungut biaya sepersenpun. Pengobatan bisa didapat dengan mengunjungi puskesmas terdekat.
Lama pengobatan ini berkisar dari 6 hingga 12 bulan. Setelah penderita kusta mendapatkan dosis pertama MDT, penyakit yang dimilikinya tidak lagi memiliki daya tular lho! 🤩🤩

LAYANAN KESEHATAN DAN PERAWATAN KUSTA
Layanan Kesehatan kusta sudah tersedia di puskesmas terdekat. Bagi penderita kusta diharapkan berkunjung ke puskesmas terdekat untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut mencegah kemungkinan semakin parahnya penyakit tersebut.
Tidak hanya bagi penderita kusta, bagi kamu yang masih bingung untuk membedakan penyakit kulit biasa atau gejala penyakit kusta bisa langsung mengunjungi puskesmas terdekat karena semakin dini penanganan dilakukan, akan semakin terhindar pula dari kemungkinan yang buruk (kelumpuhan dan kerusakan saraf).
Kini di masa pandemi, sudah banyak puskesmas yang mulai melakukan pelayanan online dan sudah banyak pula puskesmas yang membagikan prosedur pelayanan penyakit kusta di website official puskesmas terdekat. Sebagai contoh, Puskesmas Cangadi di Kabupaten Soppeng yang prosedur pelayanan kusta bisa diakses DI SINI.
Pemerintah secara aktif sedang berusaha untuk membrantas kusta dari tanah air. Pemerintah telah menyediakan fasilitas, pelayanan, dan praktisi untuk menangani kusta.
Meskipun belum sempurna, pemerintah sedang dalam proses untuk menyediakan fasilitas dan pelayanan sebagai akomodasi bagi para penderita penyakit kusta.
Untuk perawatan kusta, penyakit ini dapat disembuhkan dengan terapi sejumlah obat selama 6-12 bulan. Penanganan dini akan menghindarkan dari kecacatan (sumber : Wikipedia). Selain itu, perawatan diri bisa dilakukan dengan cara ;
- selalu melindungi mata dari debu dan angin yang dapat mengeringkan mata dengan menggunakan kaca mata.
- melindungi tangan dari benda panas, kasar ataupun tajam dengan menggunakan kaos tangan yang tebal atau alas kain.
- melindungi kaki dengan menggunakan alas kaki untuk menghindari luka, merendam kaki dan tangan selama 20 menit dengan menggunakan air hangat.
- mengolesi dengan minyak kelapa atau pelembab kulit setelah merendam kaki atau tangan dan menggosok bagian kulit yang menebal dengan menggunakan batu apung
( sumber: media-neliti.com)

GIAT ATASI KUSTA, NLR DAN PEMERINTAH BEKERJA SAMA
Urgensi penanggulangan kusta ditanggapi sangat serius oleh pemerintah. Sejak tahun 2019 pemerintah sudah melakukan berbagai upaya Langkah demi Langkah untuk mengusahakan pemberantasan maraknya penyakit kusta di Indonesia ini.
Pemerintah juga menggandeng organisasi non-pemerintah yang didirikan di Belanda pada 1967 untuk menanggulangi kusta dan konsekwensinya di seluruh dunia Bernama NLR.
Kementerian Kesehatan bersama NLR bekerja sama menanggulangi kusta dengan pendekatan tiga zero, yaitu zero transmission (nihil penularan), zero disability (nihil disabilitas) dan zero exclusion (nihil eksklusi).
Silahkan tekan tombol next atau previous pada slideshow diatas ini untuk melihat strategi program dan proyek NLR!✨
Selain itu, kegiatan sosialisasi edukasi tentang penyakit kusta terhadap masyarakat luas sedang digencarkan demi menciptakan lingkungan yang bebas dari stigma lama dan diharapkan penderita penyakit kusta dan OYPMK bisa kembali berbaur dengan masyarakat dan terhindar dari segala diskriminasi yang lalu.
Dengan berbagai pergerakan yang diusung oleh NLR bekerja sama pemerintah diharapkan bisa membantu sedikit demi sedikit setidaknya mengurangi kasus kusta hingga Indonesia bisa terbebas dari kusta sendiri.
Tidak hanya dari pemerintah dan NLR, kita sebagai masyarakat Indonesia juga harus turut membantu mewujudkan terciptanya Indonesia bebas kusta dengan cara saling membagikan dan menyebarluaskan informasi yang benar tentang penyakit kusta serta mendukung atau mensupport penderita kusta agar bisa cepat sembuh dan kembali bisa beraktivitas seperti sedia kala.
Kalau bukan kita, siapa lagi
Kalau bukan sekarang, kapan lagi?
0 Comments